Sabtu, Juni 18, 2011

ASPEK PIDANA DAN PEMIDANAAN DALAM KONSEP PEMBAHARUAN KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA


I.          PENDAHULUAN


1.                  Umum
Masalah pidana dan pemidanaan merupakan suatu bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari hukum pidana. Pembicaraan tentang pidana dan pemidanaan ini dapat dikatakan setua umur manusia. Terdapat berbagai istilah, arti pidana yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskannya. Pidana dan pemidanaan ini juga merupakan masalah yang terus dikaji dalam rangka pembaharuan hukum pidana. Di Indonesia dewasa ini sedang dilakukan proses pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang baru yang tentunya di dalamnya juga berkaitan dengan pembaharuan bentuk-bentuk pidananya. Penggunaan sanksi pidana ini dalam rangka penanggulangan tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat merupakan hal yang selalu menimbulkan perdebatan yang tiada hentinya. Di satu pihak ada yang setuju menggunakan sanksi pidana untuk menanggulangi kejahatan atau tindak pidana yang terjadi, namun di pihak lain ada yang tidak setuju menggunakan sanksi pidana untuk menanggulangi kejahatan, dengan kata lain pidana tersebut supaya diganti dengan tindakan lain. Selain itu terdapat pula teori-teori yang menjelaskan tentang pidana dan pemidanan serta pembenaran pidana untuk menjelaskan permasalahan dan persoalan yang paling mendasar dengan penggunaan sanksi pidana adalah apa hak kita untuk menghukum atau memidana orang lain. Pidana dan pemidanaan ini juga merupakan suatu mata rantai dengan persoalan mengapa seseorang melakukan tindak pidana. Oleh karena itu suatu hal yang tidak kalah pentingnya yang terlihat dalam membicarakan tentang pidana ini adalah mencari sebab-sebab terjadinya kejahatan. Selain itu juga yang berkaitan erat dengan pidana dan pemidanaan ini adalah suatu rangkaian kerja sama antara pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung apa yang dikenal dengan bahasan sistem peradilan pidana. Dari segi makna, arti atau hakekat pidana itu sendiri dilihat dari pihak yang mengalami atau yang menjalani pidana, pidana tersebut merupakan suatu nestapa, ketidak - senangan, ketidak - enakan, suatu penderitaan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu bentuk pidana atau tindakan apa pun namanya, baik berupa pidana penjara, pidana denda atau tindakan perawatan misalnya, merupakan sesuatu yang hal bersifat nestapa, ketidaksenangan, dan lain sebagainya. Dilihat dari tujuan pidana dan pemidanaan, maka apa pun bentuk pidana yang diterapkan dimaksudkan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman masyarakat, mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian menjadikannya orang yang baik dan berguna serta mampu untuk hidup bermasyarakat, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat serta membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

                                                                  








2.                  Permasalahan .

Dari pendahuluan tersebut diatas maka timbul permasalahan yaitu : ” Bagaimana aspek pidana dan pemidanaan dalam konsep pembaharuan  Kitab Undand Undang Hukum Pidana (KUHP).”    ?

II.         PEMBAHASAN

Ditinjau  dari Sistimatika rancangan KUHP tahun 1999/2000 memiliki perkembangan yang sangat signifikan dibandingkan dengan KUHP. Rancangan KUHP tahun 1999/2000 ini hanya terdiri dari 2 buku yaitu  Buku kesatu tentang ketentuan umum  yang terdiri dari 6 Bab dan 192 pasal (psl 1-192) dan buku kedua tentang tindak pidana yang terdiri dari 33 Bab dan 455 pasal ( Psl 193-647). Dengan demikian rancangan KUHP tidak membedakan antara Kejahatan dan Pelanggaran sebagaimana dalam KUHP (WvS) dan menggantikan dengan istilah yang lebih umum yaitu tindak pidana. Menelaah substansi rancangan KUHP, dalam makalah ini hanya akan dibahas masalah aspek Pidana dan Pemidanaan dalam pasal-pasal tertentu sebagai berikut  :

1.         Konsep menyebutkan tujuan pemidanaan dalam pasal 50 yaitu untuk : a.Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan Norma Hukum demi pengayoman masyarakat; b.Menyelesaikan Konplik yang ditimbulkan oleh tindak pidana ;c.Memulihkan keseimbangan;  d. Mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; e.Memasyarakatkan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan berguna; f. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana , serta pedoman pemidanaan dalam pasal 51 yang dapat dijadikan acuan dalam bentuk memberikan pidana. Pedoman Pemidanaan itu adalah hakim harus memperhatikan :a. Kesalahan pelaku tindak pidana; b. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana; c. Cara melakukan tindak pidana ; d. Sikap Batin pelaku tindak pidana; e. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pelaku tindak pidana; f. Sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindakan pidana ; g. Pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku tindak pidana ; h. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidanayang dilakukan; i. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban ; j. Apakah tindak pidana  merupakan  implementasi  ide  individualisasi  pidanayang  belum dikenal  ( belum dicantumkan) dalam KUHP.
2.         Disamping memuat tujuan dan pedoman pemidanaan , Konsep KUHP juga memuat adanya ketentuan mengenai pedoman pengampunan hakim ( rechtelijik pardon) dalam pasal 51 ayat (2). Pedoman pengampunan hakim merupakan implementasi dari ide individualisasi pidana. Dengan dasar ini maka hakim masa mendatang diperbolehkan memaafkan orang yang nyata - nyata melakukan tindak pidana dengan alasan keadaan pribadi si pembuat dan pertimbangan kemanusiaan n. Aturan pengampunan hakim tersebut tidak ada dalam KUHP.
3.         Sisi lain dari ide Individualisasi pidana yang dituangkan dalam konsep adalah adanya ketentuan mengenai modifikasi / perubahan / penyesuaian atau peninjauan kembali putusan pemidanaan yang telah berkekuatan hukum tepap yang didasarkan pada adanya perubahan / perkembangan / perbaikan / pada diri pelaku sendiri ( Pasal 53) dan karena adanya perubahan peraturan perundang – undangan ( Pasal 2 )  Jika terjadi perubahan peraturan perundang – undangan, maka Konsep pengaturannya dalam tiga alternatif yaitu :
a.         Jika perubahan itu setelah perbuatan , maka dipakai perundang – undangan yang paling menguntungkan.
b.         Jika setelah putusan pemidanaan telah memperoleh kekuatan hukum tetap perbuatan tidak lagi dianggap sebagai tindak pidana , maka tindakan pidana dihapuskan atau
c.         Jika setelah putusan pemidanaan telah memperoleh kekuatan hukum tetap perbuatan diancam dengan pidana yang lebih ringan maka pelaksanaan putusan disesuaikan dengan batas – batas pidana menurut perundang undangan yang baru.
4.         Sistem pemidanaan yang dianut Konsep adalah elastis ( tidak kaku) yang intinya memberi keleluasaan bagi hakim dalam memilih dan menentukan sanksi ( pidana atau tindakan ) yang sekiranya tepat untuk individu atau pelaku tindak pidana . Namun demikian , keleluasaan hakim tersebut tetap dalam batas – batas kebebasan menurut undang – undang.
5.         Dengan mendasarkan diri pada perlindungan masyarakat, Konsep tetap mempertahankan jenis pidana mati dan penjara seumur hidup. Namun untuk jenis pidana mati, dalam Konsep telah dikeluarkan dari jenis pidana pokok menjadi jenis pidana yang bersifat khusus (Pasal 60 dan 61). Jenis pidana pengawasan dan kerja social juga termasuk jenis pidana pokok baru yang tidak ada dalam KUHP. Selain itu jenis pidana tambahan juga ditambah dengan “pembayaran ganti kerugian” dan “pemenuhan kewajiban adat”.
6.         Di samping pidana, Konsep juga dilengkapi dengan tindakan bagi pelaku yang tidak dapat atau kurang dapat dipertanggung jawabkan karena  gangguan jiwa jaitu a.  perawatan di rumah sakit jiwa ; b.  penyerahan kepada pemerintah ; dan c. penyerahan kepada seseorang. Sedangkan tindakan yang dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana pokok adalah a. pencabutan surat izin mengemudi ; b. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana ; c.  perbaikan akibat tindak pidana ; d. latihan kerja ; e.  rehabilitasi ; f.  perawatan di lembaga.
7.         Konsep membedakan antara pidana dan tindakan bagi anak yang disebutkan dalam pasal 109 (pidana bagi anak) dan pasal 122 (tindakan bagi anak).. Jenis pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak terdiri atas a.  piutang nominal (berupa pidana peringatan atau teguran keras) ; b. pidana dengan syarat (berupa pidana pembinaan di luar lembaga, pidana kerja sosial atau pidana pengawasan) ; c. pidana denda ; atau d. pidana pembatasan kebebasan (berupa pidana pembinaan di dalam lembaga, pidana penjara atau pidana tutupan). Sedangkan jenis pidana tambahan yang dapat diterapkan bagi anak adalah  a. perampasan barang-barang tertentu dan atau tagihan ; b. pembayaran ganti kerugian ; atau c. pemenuhan kewajiban adat. Adapun tindakan yang dapat diterapkan kepada anak adalah mirip dengan tindakan yang dapat dikenakan kepada orang dewasa, dengan perbedaan bahwa a. tindakan yang dikenakan bagi anak adalah tanpa menjatuhkan pidana ; b. tindakan yang dikenakan bagi anak ditambah dengan pengembalian kepada orang tua, wali atau pengasuhnya, penyerahan kepada pemerintah, atau penyerahan kepada seseorang ; dan c. tindakan “latihan kerja” menggunakan redaksi keharusan mengikuti suatu latihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan usaha. Jadi latihan dengan makna yang lebih umum.
8.         Menurut pasal 82 Konsep, apabila pidana mati telah diputuskan hakim dapat ditunda dengan masa percobaan selama 10 tahun jika a. reaksi masyarakat terhadap terpidana tidak terlalu besar ; b. terpidanamerupakan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki ; c. kedudukan terpidana dalam penyertaan tindak pidana tidak terlalu penting ; dan d. ada alas an yang  meringankan.   Selanjutnya jika selama masa percobaan terpidana menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji, maka pidana mati dapat iubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
9.         Disamping mengenal minimum umum untuk pidana penjara (1 hari) dan maksimum umum (15 atau 20 tahun), dan maksimum khusus sebagaimana KUHP, Konsep juga mengenal pola minimum khusus yang pada umumnya dikenakan terhadap tindak pidana yang dikategorikan sangat serius. Minimum khusus dalam konsep itu bervariasi antara 1 – 5 tahun penjara. Minimum khusus demikian tidak dianut oleh KUHP.
10.       Minimum umum untuk pidana denda dalam Konsep adalah Rp 15.000 (pasal 75 ayat (2) ). Sedangkan maksimum khususnya terbagi dalam beberapa kategori yaitu kategori I sampai dengan kategori VI (pasal 75 ayat (3) ) Maksimum umum pidana dengan bagi korporasi adalah kategori lebih tinggi berikutnya, dengan pengecualian jika dipidana penjara 7 – 15 tahun maka maksimumnya adalah denda kategori V dan minimum kategori IV, serta jika dipidana mati atau penjara seumur hidup maka dipidana maksimum denda kategori VI dan minimum V.
11.       Konsep menambah beberapa alasan yang dapat memperingan pidana dalam pasal 124 seperti penyerahan diri secara sukarela kepada yang berwajib setelah melakukan tindak pidana, tindak pidana yang dilakukan oleh wanita hamil, serta pemberian ganti rugi yang layak atau perbaikan kerusakan secara sukarela akibat tindak pidana yang dilakukan.
12.       Aturan Konsep tentang gugurnya kewenangan menuntut karena kedaluarsa berbeda dengan aturan dalam KUHP yaitu disebut dalam pasal 141. a.  sesudah lampau waktu 1 tahun untuk tindak pidana yang dilakukan dengan percetakan ; b. sesudah lampau 2 tahun untuk tindak pidana yang diancam denda atau semua tindak pidana yang diancam pidana penjara paling lama 1 tahun ; c. sesudah lampau waktu 6 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun ; d. sesudah lampau waktu 12 tahun untuk tindak pidana diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 tahun dan e. sesudah lampau waktu 18 tahun untuk tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup.
13.       Aturan Konsep tentang gugurnya kewenangan pelaku pidana juga sedikit berbeda dengan KUHP. Dalam Konsep hanya diatur bahwa kewenangan pelaksanaan pidana penjara gugur setelah berlaku tenggang waktu yang sama dengan tenggang waktu kedaluarsa kewenangan menuntut ditambah sepertiga dan tenggang waktu kedaluarsa tersebut (pasal 147 ayat (1) ). Termasuk dalam hal ini pidana mati yang kemudian diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara. Jadi dalam Konsep tidak kedaluarsa pelaksanaan pidana untuk pelanggaran dan percetakan sebagaimana dalam KUHP. Hal ini wajar karena Konsep tidak lagi mengenal penggolongan kejahatan dan pelanggaran.

.

III.             PENUTUP

1.                  Kesimpulan

Memperhatikan perkembangan konsep Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sangat maju dibandingkan dengan KUHP (WvS) yang umumnya cukup tua ini, jelaslah bahwa masyarakat hukum Indonesia semakin menantikan hadirnya konsep dalam penegakan hukum pidana Indonesia. Paling tidak dari segi substansi / materi hukum, Indonesia telah memiliki sebuah kodifikasi hukum pidana yang dibangun  dengan pondasi kuat, idealis dan mengedepankan keadilan masyarakat.
.
2.                  Saran

Diharapkan dalam penyusunan KUHP yang baru dapat segera dituntaskan, dan isinya mengakomodir struktur dan kultur kehidupan masyarakat Indonesia sehingga penerapannya dapat dilaksanakan secara baik dan komprehensif.      


DAFTAR PUSTAKA
 

Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996.

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Kitab Undang Undang Hukum Pidana, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1988.

Departemen Hukum dan Perundang Undangan, Rancangan Undang Undang Republik Indonesia Nomer ... tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana, Jakarta, 1999 – 2000.

Soesilo, R.,  Kitab Undang Undang Hukum Pidana, Bogor : Politea, 1965.

Zainal Abidin, Pemidanaan, Pidana dan Tindakan dalam Rancangan KUHP (Position Paper Advokasi RUU KUHP seri ke 3) , cetakan kedua, Jakarta, Desember 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar